Wednesday, July 6, 2011

Kode Etik Dakwah

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Etika berasal dari kata ethos yaitu untuk suatu kehendak baik yang tetap. Etika berhubungan dengan soal baik atau buruk, benar atau salah. Etika adalah jiwa atau semangat yang menyertai suatu tindakan. Dengan demikian etika dilakukan oleh seseorang untuk perlakuan yang baik agar tidak menimbulkan keresahan dan orang lain menganggap bahwa tindakan tersebut memang memenuhi landasan etika.
Dalam melakukan aktivitas dakwah perlu ada aturan yang mengikat agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Aturan tersebut merupakan kode etik yang seharusnya diperhatikan dalam aktivitas dakwah. Kode etik dalam aktivitas dakwah sebenarnya untuk kepentingan dakwah, sehingga dengan demikian, aturan yang diberlakukan dalam kegiatan dakwah dapat dilaksanakan agar tidak terjadi benturan atau hal yang tidak diinginkan dalam proses dakwah.

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja kode etik dakwah?

C. Tujuan
1. Agar pembaca dapat mengetahui apa saja kode etik dakwah

BAB II
PEMBAHASAN
A. Kode Etik Dakwah
Ada beberapa kode etik dakwah adalah sebagai berikut :
1. Harus bersikap sopan
Kesopanan seorang da’i harus di jaga baik itu dalam perbuatan ataupun perkataan, cara mengenakan pakaian, dan bentuk serta model pakaian, harus di jaga serapih mungkin, agar mad’u dapat menghormati da’i tersebut, cara berpakaian dan bentuk pakaian yang dikenakan harus dijaga dengan sebaik mungkin dan tidak menyolok, yang perlu diingat oleh da’I adalah ia bertindak sebagai mubaligh yaitu penyampai ajaran kebenaran islam , bukan sebagai peragawan atau peragawati, ataupun model, karena itu kesopanan dan kepantasan menjadi hal yang harus diperrtimbangkan oleh da’I dalam melakukuan aktivitas dakwahnya.
2. Seorang da’I harus jujur
Dalam menyampaikan aktivitas dakwah, hendaklah da’I menyampaikan sesuatu informasi dengan jujur, seorang da’I juga harus menyampaikan sesuatu yang keluar dari lisannya harus sesuai dengan perbuatannya, seorang da’I tidak boleh berkata bohong, apalagi sengaja berbohong dalam suatu tema atau topic pembicaraan.


3. Tidak melakukan toleransi/kompromi dengan agama lain
Toleransi memang dianjurkan oleh islam tetapi dalam batas-batas tertentu dan tidak menyangkut masalah agama atau aqidah. Dalam hal ini islam memberikan garis tegas tidak bertoleransi,dan kompromi. Ketika nabi masih tinggal di mekkah orang-orang musyrikin mencoba mengajak beliau untuk melakukan kompromi agama, kata mereka “wahai Muhammad ikutilah agama kami maka kami pun akan mengikuti kamu, kamu menyembah tuhan-tuhan kami selama satu tahun nanti kami akan menyembah tuhan kamu selama satu tahun, mendengar ajakan itu nabi berkata “ saya mohon perlindungan Allah agar tidak mempersekutukanNYA dengan yang lain”, kemudian turun surat Al- Kafirun yang intinya orang islam tidak diperkenankan menyembah sesembahan orang – orang kafir ( QS. Al – Kafirun ayat 4)


Artinya : “ Dan aku tidak akan menjadi penyembah apa yang kamu sembah.”
4. Tidak mencerca agama lain
Pada waktu nabi masih di mekkah orang musyrikin mengatakan bahwa beliau dan para pengikutnya sering meghina dan mencerca berhala sesembahan mereka akhirnya secara emosional mereka mencerca Allah sesembahan Nabi, lalu Allah menurunkan ayat yang berbunyi : ( QS. Al – An’am ayat 108)

Artinya : “ Dan janganlah kamu memaki sesembahan yang mereka sembah selain Allah”.
5. Tidak melakukan diskriminasi
Dalam menjalankan tugas dakwah seorang da’i tidak di perkenankan melakukan diskriminasi sosial antara orang yang di dakwahi,seorang da’i tidak di perkenankan lebih mementingkan orang-orang kelas elite saja, sementara orang kelas bawah dinomorduakan, maka turunlah ayat yang berbunyi : ( QS. Abasa ayat 1 – 2 )


Artinya : “ Dia berwajah masam dan berpaling karena seorang buta telah datang kepadanya”.
6. Tidak memungut imbalan
Suatu hal yang sangat penting dalam dakwah Rasulullah saw maupun nabi-nabi sebelumnya beliau tidak pernah memungut imbalan dari pihak-pihak yang didakwahi beliau hanya mengharapkan imbalan dari Allah saja, selain itu juga meminta imbalan dari kegiatan dakwah lebih buruk dari sekedar menerimanya, meminta berarti pendakwah menentukan besaran honorarium, baik secara sepihak maupun dengan negoisasi, sedangkan menerima imbalan semata, artiya tanpa meminta- minta berarti pendakwah bersikap pasif, tidak meminta-mintanya merupakan penentuan dari mitrah dakwah, sementara pendakwah berhak menerima atau menolaknya.


BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ada beberapa kode etik dakwah dalam berdakwah :
1. Harus bersikap sopan
2. Seorang da’I harus jujur
3. Tidak melakukan toleransi/kompromi dengan agama lain
4. Tidak mencerca agama lain
5. Tidak melakukan diskriminasi
6. Tidak memungut imbalan

B. Saran
Demikian makalah yang berjudul “kode etik dakwah”, mudah-mudahan isi dari makalah ini bermanfaat bagi penulis dan pada umumnya para pembaca makalah ini. Dengan pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat dibutuhkan untuk memperbaiki makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA
Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah, Jakarta: Amzah,2009.
Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah, Jakarta: Kencana, 2009.
www.google.com, Kode Etik Dakwah, 2011/03/12.

No comments:

Post a Comment